Sunday, December 3, 2017

Setya Novanto Tak Rela Melepaskan Kedua Jabatannya


Setya Novanto alias Setnov masih belum mau melepaskan dua jabatan penting, baik sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Umum Partai Golkar. Lewat dua pucuk surat yang ditulisnya dua pekan lalu, Setnov meminta tak dilengserkan dari dua posisi tersebut.

Mantan Bendahara Umum Partai Golkar itu meminta waktu untuk membuktikan bahwa dirinya tak terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Setnov menyandang status tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kedua kalinya, --setelah sebelumnya menang pada sidang praperadilan pertama. Kini, dia pun mengadu nasib kembali lewat praperadilan.


Desakan Setnov mundur terus bermunculan dan semakin kuat menyusul penetapan tersangka dan penahanan Setnov yang dilakukan KPK. Mantan Ketua Fraksi Golkar itu sudah mendekam di Rumah Tahanan KPK sejak dua pekan lalu.

Mayoritas anggota fraksi di dewan Senayan, di antaranya dari Fraksi PDIP, PAN, NasDem, Gerindra, PPP, Demokrat, PKS, PKB, termasuk dari Golkar meminta untuk Setnov mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.

Tak berbeda jauh, sedikitnya 31 atau lebih dari 90 persen dari seluruh Dewan Pimpinan Daerah tingkat I Golkar mendorong Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk melakukan pergantian pucuk pimpinan beringin.

DPP Golkar saat ini tengah membahas sejumah pilihan soal rencana pergantian Setnov dari jabatan ketua umum partai, termasuk mempertimbangkan desakan 31 DPD I Golkar.

Sampai saat ini, DPP Golkar masih berpegang pada hasil rapat pleno yang mengatakan Munaslub akan dilakukan setelah ada putusan praperadilan Setnov. 


Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan, posisi Setnov saat ini secara etika politik sudah berada pada posisi yang lemah karena statusnya sebagai tersangka korupsi e-KTP.

Ubed menyebut Setnov sebaiknya memilih jalan mundur, ketimbang terus mempertahankan posisinya. "Secara etis seharusnya Setya Novanto memilih jalan untuk mundur dari jabatanya," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/12).

Ubed menilai belum mau mundurnya Setnov dari dua jabatan tersebut lantaran dia tengah memainkan politik level tinggi. Menurutnya, Setnov memiliki keterampilan tersebut seperti sejumlah seniornya di partai yang besar bersama Orde Baru.

Salah satu keterampilan politik yang sedang dimainkan Setnov, kata Ubed, adalah kemampuan melakukan strategi pemulihan citra yang disebut penyangkalan terhadap seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya.


Namun, belakangan setelah kasus e-KTP terus mencuat dan ramai diberitakan, Setnov mengembalikan jam tangan mewah itu kepada Andi. Jam tersebut kemudian dijual Andi di kawasan Blok M dan laku sekitar Rp1 miliar.

Menurut Ubed, elite politik yang sudah terjebak dalam persoalan semacam ini ada kemungkinan berlanjut menggunakan strategi mengalihkan kesalahan terhadap orang lain.

"Saya mencermati Setya Novanto akan berjuang all out untuk mempraktikan strategi tersebut," tuturnya.

Keterlibatan Setnov dalam kasus korupsi e-KTP nyaris tak terbantahkan. Pada sidang terdakwa korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong pada Kamis (30/11) pekan lalu, nama Setnov disebut berungkali.

Andi memastikan Setnov ikut membantu memuluskan anggaran proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun. Selain itu, Setnov juga disebut mengurus penyaluran jatah untuk anggota DPR lewat koleganya, mantan Bos Gunung Agung Made Oka Masagung.

Atas bantuannya itu, Andi bersama mendiang Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem memberikannya hadiah jam tangan merek Richard Mille seharga Rp1,3 miliar (harga saat 2012), bertepatan dengan hari ulang tahun Setnov pada 12 November 2012.


KPK sendiri tengah mempersiapkan berkas perkara Setnov untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan berkas perkara Setnov sebenarnya sudah lengkap, hanya menunggu keterangan saksi dan ahli meringankan yang diajukan mantan Ketua Fraksi Golkar itu. (gil)


Baca Sumber

Artikel Terkait